Tuesday, August 16, 2011

TIPS AND TRICKS 1: Designing Your Tone

Selama ini adalah istilah fashion designer, interior designer juga ada. Tapi istilah Tone designer jarang terdengar. Malah sebenarnya saya ngarang-ngarang aja istilah itu. Hehe. Yang saya maksud dengan Tone design adalah mendesign tone gitar agar menghasilkan karakter yang unik. Artikel ini hanyalah sebuah rangkuman aja dari beberapa artikel yang sudah saya tulis sebelumnya, yaitu yang mengenai bahan kayu gitar, spare part [pickups, bridge, hardware], dan pedalboard.
Yang saya maksud dengan mendesain tone adalah, merancang segala peralatan kita agar bisa mendapatkan tone khas milik kita sendiri.

Mengapa tone khas itu penting? Karena tone itu bagaikan tanda tangan atau nomer PIN kita yang sangat pribadi. Tone gitar adalah 'identitas' seorang gitaris yang gak akan bisa ditiru oleh orang lain. Teknik dan trik gitar bis ditiru, tapi tone tidak akan mungkin bisa ditiru.

Ada cerita unik. Suatu hari Yngwie Malmsteen mampir ke tempat latihannya Brian May, gitaris Queen. Setelah Brian May selesai latihan, Yngwie meminta ijin untuk menjajal gitar dan peralatan Brian May. Dalam hati, Yngwie berkata “Akhirnya aku bisa mencoba juga soundnya Brian May”. Tapi apa yang terjadi? Sound khas Brian May itu malah gak terdengar. Yang terdengar adalah sound khasnya Yngwie Malmsteen.

Cerita diatas, menggambarkan kehebatan kedua orang gitaris itu sendiri. Yang pertama, adalah gambaran betapa hebatnya Yngwie. Ketika ia menggunakan peralatan gitaris lain, yang terdengar adalah sound khasnya Yngwie sendiri. Sedangkan makna yang kedua, adalah juga hebatnya Brian May. Betapa sound ciri khasnya itu bukan dilahirkan dari peralatan, melainkan dari tangan si gitaris sendiri.

Makna yang bisa kita ambil dari sini adalah bahwa SI GITARIS itu sendirilah faktor terpenting dari sebuah tone yang khas. Bukan mahalnya alat, bukan persisnya peralatan kita dengan idola kita.

Ironisnya, justru langkah awal untuk menemukan ciri khas kita sendiri, adalah dengan meniru idola kita. Hampir semua gitaris mengakui fakta bahwa mereka selalu terinspirasi olehi permainan dan tone gitaris idola mereka.

Maka begitulah, langkah awal untuk menemukan ciri khas kita sendiri adalah meniru idola kita. Sejak awal merancang gitar, dan membeli peralatan-peralatan, saya selalu tahu apa yang saya inginkan. Saya ingin menggabungkan 3 sound khas idola saya: Nuno Bettencourt, Steve Vai, dan Tom Morello.

Gaya main rhythm Nuno Bettencourt perkusif adalah inceran saya. Saya pengen sound rhythm saya bisa kering dan renyah seperti soundnya Nuno di album “Waiting For The Punchline”. Untuk lead, saya pengen banget bisa dapetin sound leadnya Steve Vai yang tebel dan agak Midrange. Sedangkan untuk eksperimen suara-suara aneh, saya meniru Tom Morello.

Lalu bagaimana cara menggabungkan ketiganya?

Langkah pertama adalah saya menguber sound rhythm dulu. Pertama adalah saya mencari tahu apa yang membuat sound rhythm Nuno bisa se-renyah itu. Saya menemukan fakta bahwa gitar Nuno adalah sebuah faktor yang sangat menentukan. Gitar yang dipakainya, Washburn N4, terbuat dari bahan Alder. Oleh karena itu saya lalu mencari bahan dari kayu Alder. Sialnya, setelah mencari kemana-mana, saya gak nemuin bahan kayu itu. Akhirnya saya iseng aja menggunakan bahan dari Swamp Ash, karena konon bahan ini juga berasal dari tanah yang sama dengan Alder, Amerika. Eh ternyata kebetulan, gitar Washburn N4 yang dipakai Nuno ada juga yang terbuat dari bahan Swamp Ash. Asikkkk,,,,


Washburn N4 Alder











Washburn N4 Swamp Ash







Washburn N4 juga tidak menggunakan cat. Jadi bahan kayunya benar-benar murni, tidak tertutupi cat. Hal itu juga yang saya lakukan pada gitar saya. Saya pengen gitar itu tetap natural seperti gitar Washburn N4.

Gitarnya Nuno juga memiliki reversed headstock, atau bentuk head terbalik. Faktor ini sebenarnya menentukan juga, karena merubah jarak senar dari bridge ke tuning post. Kalo head standar, jarak senar 6 dari bridge ke tuning post lebih pendek. Sedangkan di head yang reversed, jarak senar 6 dari bridge ke tuning post lebih panjang. Untuk gampangnya, silahkan liat gambar dibawah ini:





                                        








   


-Reversed headstock                                   
-Standard headstock

Konon katanya hal ini berpengaruh pada sound dan stabilitas tuning. Saya sendiri merasa, sound senar 6,5, dan 4 menjadi lebih punchy dan twangy dengan menggunakan reversed head. Dan sound senar 3, 2, dan 1 menjadi lebih warm. Kedua faktor ini malah sesuai dengan yang saya inginkan. Untuk rhythm agak punchy, sedangkan untuk main lead lebih warm.

Selain gitar, saya juga mengincar efek yang digunakan Nuno di album “Waiting For the Punchline” itu, yaitu Hughes And Kettner Tubeman. Alhamdulillah setelah lama menabung, dan berburu saya akhirnya punya juga efek itu.

Sekarang gimana dapetin sound lead ala Steve Vai?

Yang saya incer pertama adalah pickups yang ia gunakan, Dimarzio Evolution. Setelah dipasang ke gitar, lumayan juga. Saya nyobain mainin lagu-lagunya Steve Vai, lumayan dapat. Saya sendiri juga sebenarnya mengincar efek distorsi yang ia pakai sekarang yaitu Ibanez Jemini. Tapi sekarang masih dalam proses menabung.




Dimarzio Evolution







Saya juga meniru caranya menggunakan distorsi untuk lead, yaitu memboost sound distorsi dari pre-amp ampli. Karena sekarang saya belum punya ampli, saya masih menggunakan distorsi dari pre-amp Hughes and Kettner Tubeman. Dengan menggunakan Channel Lead yang ada di Tubeman, ditambah dengan sedikit boost dengan menggunakan Boss SD-1, sound lead saya udah lumayan bisa mendekati Steve Vai.

Dan yang terpenting adalah, saya memastikan untuk mempunyai 24 fret dalam gitar saya. Selain jangkauan nadanya lebih luas, sound juga menjadi agak berbeda. Saya memang merasa sound gitar 24 fret agak lebih Trebele ketimbang yang 22 fret.

Nah, gimana meniru Tom Morello?

Sebenarnya gak susah, karena Tom Morello menggunakan efek-efek sederhana untuk nyiptain soundnya yang super aneh itu. Ia hanya menggunakan Digitech Whammy Pedal, Pedal Wah, Phaser, Equalizer, dan Delay. Hal yang terpenting dari tekniknya adalah adanya killswitch di hampir semua gitarnya.

Killswitch adalah sebuh switch yang berfungsi sebagai tombol On-Off. Itu aja. Dengan bermodalkan beberapa hal ini, Tom Morello udah berhasil nyiptain hal-hal yang fenomenal dalam hal teknik gitar dan eksperimen sound.

Hal ini jugalah yang saya ambil dari Tom Morello. Saya menginstall Killswitch di gitar saya, dan juga mengumpulkan beberapa efek yang ia pakai. Whammy, Wah, Phaser, dan Delay. Kecuali Wahmmy, saya sengaja membeli efek yang mereknya berbeda, tujuannya agar gak benar-benar mirip soundnya Tom Morello. Memalukan juga kalo terlalu mirip. Hehe

Sebagai bonus, pickups yang saya pasang juga harus bisa di split menjadi single. Sound single ini berguna kalo saya mainin teknik-teknik ala Hendrix, atau mainin musik Funk dan country. Sound yang terdengar juga terdengar lebih bright dan kinclong. Lumayan buat nyoba-nyoba hal baru.

Begitu kesemua unsur itu digabung, saya malah menemukan sebuah sound yang khas. Awalnya saya gak suka karena gak seasik yang saya bayangkan. Tapi lama kelamaan saya baru sadar itulah hasil dari riset dan eksperimen saya. Saya harus bangga dan menerima hasilnya: sound dan tone saya sendiri.

Satu yang perlu diingat, ada banyak pro dan kontra tentang sound dan tone, tapi menurut saya sound dan tone adalah selera. Jadi gak semua orang yang denger, suka akan sound kamu. Cuek aja, yang terpenting dalam bermusik adalah memuaskan diri sendiri dulu, baru memuaskan orang lain. Hehe.

So, akhirul kalam, itulah maksud saya dengan frase: Designing Your Tone. Seru kan?

2 comments:

  1. mas, kalo mau buat killswitch, switch yang dipake yang gimana kayak punya Morello??

    ReplyDelete
  2. Yang 3 way bro,,,kalo gak salah,,punya dia itu tengahnya bisa "OFF".

    ReplyDelete