Wednesday, December 28, 2016

HOW TO BASTARDIZE A SONG


Gak lama lagi, C-Four bakalan ngeluaran mini album (EP) yang berjudul “Autumn”. Album yang berisi 4 lagu cover ini merupakan bagian dari tema “4 Musim”. Berikutnya kami akan merilis mini album dengan judul “Winter”, “Spring”, dan “Summer”. Masing-masing dengan konsep musikal yang berbeda. Untuk album Autumn saya ingin membuat musik yang bersemangat tetapi ada nuansa melankolis di dalamnya. Secara musikal juga saya pengen membuat musik yang hampir ‘impossible’ dimainin live. Kenapa? Iseng aja. Mumpung kami juga hanya tersisa 2 orang. Tak apa lah.

Oke. Sesuai dengan judul, saya ingin membahas bagaimana cara kita membongkar dan menata ulang aransemen sebuah lagu. Contoh lagu yang akan saya pakai adalah single kami yang terbaru “Dancing Queen”, yang merupakan sebuah lagu lawas milik ABBA.

Pertama, PILIHAN LAGU. Kenapa saya memilih lagu ini? Entahlah. Mungkin karena sejak dulu lagu ini asik aja. Ada nuansa bahagia party party di lagu ini. Tapi saya juga menangkap suasana melankolis seseorang yang kesepian yang ingin mencoba melupakan kesedihannya dengan cara pergi ke disko. Cocok banget dengan tema ‘’Autumn’’ yang semangat namun melankolis.

Kedua, CHORD. Langkah awal mengaransemen sebuah lagu adalah dengan mengganti kordnya. Jika sebuah lagu memiliki nuansa minor, saya suka banget membuatnya menjadi mayor. Begitu juga sebaliknya. Nah, lagu Dancing Queen ini aslinya bernuansa mayor, saya lalu menggantinya dengan nuansa minor. Caranya adalah dengan menggunakan teori musik yang bernama ‘relative chords’. Setiap chords mempunyai ‘saudara’. Chord mayor mempunyai saudara minor. Misalnya chord ‘C mayor’, memiliki relative ‘A minor’. F memiliki relative D minor. Bagaimana bisa begitu? Silahkan googling tentang ‘relative chords’. Terlalu panjang dijelasin di sini. Biasanya orang Jazz yang paling paham gini-gini. Karena Jazz punya study lebih dalam mengenai ini, yang disebut Chord Subtitution.

Selain menggunakan teori ‘relative chords’, saya juga menggunakan telinga. Kadang chord yang secara teori bukan relativenya, bisa enak-enak aja diganti. Ini tergantung pengalaman kita aja sih, iseng-iseng nyoba-nyoba, “gimana yah, kalo chord ini diganti aja dengan chord itu?”. Ya gitu gitu deh.

Di lagu ‘Bebas” nya Iwa K, saya benar-benar mengganti hampir semua kord mayor menjadi minor, dan merubah seluruh kord bagian reffnya.

Ini Bebas versi aslinya: 


Dan ini versi C-Four yang kordnya udah berubah jadi Minor:



Ketiga, RYTHM. Cara paling mudah adalah membuat lagu slow jadi ngerock, atau sebaliknya. Bisa juga dengan cara mengganti genrenya (genre itu sangat berhubungan dengan Rythm loh). Misalnya lagu pop dijadiin reggae. Lagu dangdut dijadiin Bossanova, dll. Tapi yang harus diinget, hal ini gak boleh dipaksakan. Kalo sebuah lagu coba diaransemen ganti genre, tapi ternyata menghilangkan nuansa atau pesan yang ingin disampaikan lagu itu, saya sih memilih untuk tidak melakukannya. Karena bagi saya terkesan mekso gitu lah. Sekali lagi, uji coba dan eksperimen sangat berpengaruh di sini.

Setelah kord dan ritemnya berubah, pastikan kamu ke unsur keempat, yaitu MEMPERTAHANKAN NADA VOKAL. Hal ini sangat penting, karena identitas sebuah lagu berada pada melodi/nada vokalnya. Paling bagus adaah nadanya tetap sama, tetapi kord pengiringnya yang berubah. Jangan sampai perubahan kord yang kamu lakukan membuat nada vokalnya berubah. Sebenarnya boleh sih merubah nada vocal, tapi bagi saya hanya di part-part tertentu untuk membuat lagunya lebih menarik.

Selain mempertahankan nada vokalnya, sebaiknya juga mempertahankan bagian lagu yang hooky (bagian lagu yang paling terkenal,mudah dinyanyiin). Biasanya ada lagu yang intronya khas banget. Mungkin kita bisa mempertahankan nada intro itu, tetapi merubah chordnya.

Ini nada vokal versi original:



Tahap kelima adalah MENGHIAS. Dalam menghias lagu, saya biasanya melakukannya pada fill in-fill in di beberapa bagian tertentu. Fill in ini bisa berupa sedikit isian gitar disetiap penghujung lirik lagunya, seperti yang saya lakukan di Dancing Queen. Perhatikan setelah Meme (vokalis) menyanyikan sebuah lirik, ada sedikit isian gitar yang mengisi kekosongan suaranya. Tapi ini gak selalu di setiap bagian loh. Ada bagian yang tidak saya isi biar lagunya tidak terlalu ramai. Kadang pun isiannya bukan gitar, tapi sedikit lick dari synthesizer.

Awalnya saya mendapat ide mengisi seperti ini dari Nuno Bettencourt. Permainannya selalu dipenuhi fill in yang lumayan keren, dan sepertinya merupakan bagian dari aransemen. Bukan merupakan improvisasi dari tangan gitaris yang sedikit gatal. Juga berhubung saya suka banget ama Periphery, maka fill in saya di lagu Dancing Queen sangat terpengaruh lick-lick Mark Holcomb (salah satu gitarisnya Periphery). Kalo gitaris lain biasanya fill in nya agak bluesy atau agak ngejazz gitu. Sah-sah saja.

Hiasan gak cuma fill gitar. Bisa aja diisi keyboard, drum, bass, atau instrument apa saja. Tetapi pastikan fill in nya bukan karena tangan gatal, melainkan untuk membuat lagunya tambah keren. Kadang sebuah part gak perlu diisi fill in.

Selain itu, kita bisa mengarang bagian interlude atau intro sesuai keinginan dengan tanpa melupakan point keempat tadi. Saya sih paling suka menghancurkan bagian ini sesuai keinginan. Disini kita bisa sedikit eksplore skill deh. Misalnya mau diisi solo gitar, solo bass, atau solo drum.

Nah point yang paling akhir, yaitu point keenam, adalah BUILD. Kita harus bisa membangun sebuah lagu yang utuh dari part-part kecil. Menurut saya bagian ini adalah fase dimana kita eksplorasi saat rekaman. Saya selalu menyiapkan lagu yang ‘hampir’ lengkap saat rekaman. Maksudnya bagian intro, verse,bridge, reff, interlude, ending, biasanya sudah ada. Tetapi saya selalu terbuka untuk uji coba ide saya di setiap part lagu, yaitu dengan memberi tambahan-tambahan hiasan di setiap part. Selalu ada ruang kosong untuk diisi, dan seluruh ada ruang penuh untuk dikurangi. Mungkin ada part yang bisa diisi backing vocal yang full, mungkin ada pengulangan lagu yang terlalu banyak, bisa kita pangkas.



Dalam kasus Dancing Queen, saya mengaransemen riff gitarnya untuk menyisakan ruang kosong bagi Synthesizer ala 8 bit Nintendo. Saya punya teman yang jago banget memprogram MIDI nya, namanya Unyep (vokalis/gitaris Melanin). Kami berdua biasanya bekerja sama dalam mengaransemen bagian synthesizer. Ada bagian yang saya diktekan nadanya, ada bagian yang merupakan hasil imajinasi dari dia sendiri. Ini kami berdua lakukan setelah seluruh part lagu selesai direkam.

Karena itu saya paling suka rekaman. Bagi saya inilah tempat di mana saya bisa mengeksplorasi ide tanpa batas. Seperti membangun sesuatu dari 0. Ada kenikmatan dalam proses menciptakan sesuatu. Kadang prosesnya justru jauh lebih menyenangkan ketimbang hasil akhirnya.


Oke. Itu sebagian pengalaman saya merusak lagu orang. Gimana dengan pengalaman kamu? Komen yaaa! 

Thursday, December 22, 2016

NGEREKAM GITAR DI HOME STUDIO


Sebagian dari kamu pasti udah pernah rekaman di rumah atau studio rumahan atau sekedar iseng-iseng ngerekam gitar di kamar. Dari yang menggunakan sound card dan peralatan sederhana, sampai yang paling canggih dan cenderung mahal. Tapi, menurut pengalaman saya, kebanyakan hasilnya gak memuaskan. Kenapa? Yuk dibahas.

Menurut pengalaman ane sebagai gitaris belum terkenal yang mencoba peruntungan dengan merilis album, nyari sound gitar yang enak saat rekaman itu SYUUSYAAAH. Ada banyak factor penyebabnya. Yang PERTAMA, kita salah pendekatan. Gak cuma pacaran, untuk rekaman pun kita butuh pendekatan yang benar. Yang paling utama adalah pendekatan kita saat rekaman di studio, haruslah berbeda dengan saat main live.



Kita gak bisa nyetting peralatan kita dengan cara yang sama. Karena sound yang kita hasilkan dan butuhkan saat rekaman, tu beda banget dengan live. Untuk settingan live, ada banyak factor yang berpengaruh seperti ruangan/venue, bocoran instrumen lain (drum!!!), dan macem-macem deh. Sedangkan untuk rekaman, sound gitar kita bisa diisolasi, treatment ruangan yang akustiknya bagus (karena studio memang dirancang untuk itu), macem-macem deh. Ini sangat berpengaruh bagi settingan equalizer dan distorsi kamu. Karena itu jangan ngeset aapun berdasarkan angka, tetapi berdasarkan suara yang kamu dengar.

Faktor kelistrikan juga sangat berpengaruh loh. Apalagi untuk kamu yang menggunakan ampli (tabung atau solid state). Ketika merekam album ‘New World’ nya C-Four, tone gitar saya berubah-ubah dengan sendirinya setiap rekaman. Sumpah susah banget bikin sound gitar yang stabil dan konsisten di studio. Apalagi bukan di studio kelar professional dengan peralatan super canggih dan super mahal.

Sekarang saya menemukan solusi untuk ini. Saya bedain banget peralatan yang saya pake untuk live dan untuk rekaman. Untuk live, menggunakan peralatan perang saya yang biasanya. Ampli Randall T2HL (distorsinya diambil dari sini, bukan dari stomp box), pedalboard berisi beberapa stomp box, serta sebuah DI Box merk Behringer.


Untuk rekaman, saya sama sekali gak menggunakan peralatan ini. Saya malah memanfaatkan program dan VST yang ada di computer. Untuk distorsinya saya menggunakan program seperti Amplitube atau Bias. Begitu juga efek modulasinya menggunakan VST yang ada. Tersedia berbagai macam VST yang bisa kamu beli atau download gratisan. Soundnya sudah sangat oke menurut saya. Apalagi, saya jadi gak perlu ribet untuk miking, mencari akustik ruangan yang baik, dan lain-lain. Cukup utak-atik aja programnnya di computer.

Efek digital juga banyak yang keren. Seperti Fractal yang super mahal itu, atau Line 6 POD HD. Bahkan Zoom G5 yang saya pakai juga cukup mengagumkan. Heheeh.

Tips yang paling penting adalah pastikan kamu menggunakan DI Box saat melakukan rekaman, dan pastikan ada sinyal clean yang terekam. Masukan sound Clean itu di satu atau dua track. Kamu bisa menggunakan sound clean ini untuk menggonta-ganti sound gitarmu. Caranya dengan mencoba berbagai macam VST yang ada. Karena sinyal gitarmu clean, kamu bisa mencoba berbagai macam simulasi ampli, pedal, dan macem-macem yang ditawarkan VST.

Yang KEDUA, tidak selamanya multi track itu akan membuat suara semakin tebal. Dulu pas ngerekam ‘New World”, saya menggunakan 4 track untuk ritem gitar. 2 di kiri, dan 2 di kanan. Tapi ya gak memuaskan juga. Soundnya jadi tebel sih, tapi kehilangan ‘attack’ sehingga kurang tegas. Kenapa ‘attack’ nya hilang? Karena sebagai manusia, kita gak bisa bermainan gitar dengan benar-benar presisi. Isian track 1 dengan track 2, pasti akan berbeda sepersekianratus detik. Semakin banyak track, perbedaannya juga akan semakin banyak. Akhirnya jadi kabur dan kurang tegas.

Sekarang saya hanya cukup 2 track saja. Satu kiri dan satu kanan.  Hidup jadi lebih bahagia.

Faktor KETIGA, kurangi GAIN! Ini sangat gak masuk akal ya. Karena untuk membuat gitar semakin sangar, kita butuh high gain! Semakin banyak gain, semakin basaaah, semakin nikmaaaaat. Yup, banyak gain memang membuat gitar enak dimainin, dan kedengarannya sedap. Tapi saat rekaman, kebanyakan gain akan mengaburkan tone kamu. Justru dengan gain yang tidak terlalu besar, attack sound gitarmu akan terdengar lebih tegas.

Faktor KEEMPAT, adalah kurangi LOW. Ini juga mengherankan. Karena bagi para gitaris, frequensi Low akan membuat gitar terdengar tebal dan berat. Memang benar sih, kalo kamu main gitarnya sendirian. Tetapi begitu bass dan kick drum masuk, maka frekuensi Low di gitar kamu akan jadi pecundang. Pasti kalah ama bass dan kick drum. Karena itu, sebaiknya fokuskan sound gitar kamu di frequensi MIDDLE. Biarkan urusan LOW dihandle oleh ahlinya (bass dan kick drum).

Faktor yang terakhir, adalah GITARMU sendiri. Gunakanlah gitar yang soundnya sesuai dengan kebetuhan. Kalo kami mencari sound clean buat ngefunk ala RHCP, kamu gak akan menemukannya di gitar ala Les Paul dengan humbucker. Kamu cuma bisa mendapatkannya di gitar Stratocaster yang menggunakan single coil. Begitu juga kalo kamu pengen sound gitar menggelegar ala Meshuggah, kamu gak bakalan bisa menemukannya di gitar Telecaster dengan pickup P-90.

Saya memiliki beberapa gitar Telecaster dengan pickup yang berbeda-beda. Untuk main standar (tuning standar, dan rock yang gak terlalu metal banget), saya menggunakan Tele warna pink yang berisi Seymour Duncan P-Rails. Pickup ini memiliki desain unik yang bisa menghasilkan 3 karakter sekaligus, humbucker, single coil, dan P-90.

Untuk settingan metal, saya memiliki tele yang di drop C, dan menggunakan Seymour Duncan Alpha Omega untuk menghasilkan sound yang Djenty.

Setiap produk didesain untuk menghasilkan tonenya masing-masing.

Oke, sebagai kesimpulan, ini yang saya lakukan saat rekaman. Dari gitar, masuk DI Box, lalu masuk ke computer. SInyal yang terekam adalah sinyal Clean tanpa suara distorsi, sedangkan yang terdengar saat saya rekaman adalah yang terdistorsi (masuk VST). Gak tau lah gimana caranya, ini kerjaannya sound engineer. Nanti sinyal Clean inilah yang dipakai saat mixing. Saya bisa mengotak atik soundnya dengan cara menggunakan VST yang berbeda-beda, atau mengubah equalizernya juga dengan menggunakan VST.

Untuk distorsi, VST yang saya gunakan adalah Amplitube 4. Simulasinya adalah Jet City Amplification. Sedikit utak atik settingan mic dan kabinetnya. Ditambah noise gate untuk menghilangkan noise. Ditambah noise gate untuk menghilangkan noise, serta overdrive sejenis TS-9 untuk nambah tendangan. Untuk sound clean saya juga menggunakan Amplitube yang Jimi Hendrix. Entah kenapa saya selalu suka dengan sound cleannya Hendrix (yang gak clean-clean banget itu).





Nah, mudah-mudahan tulisan ini bisa menginspirasi teman-teman untuk terus bereksplorasi dan menemukan sound idamannya. Yeaaaaaay!

PERKEMBANGAN TONE GITAR METAL

Tone!

Hampir semua gitaris di dunia ini selalu membahas TONE. Karena bagi gitaris, tone gitar adalah bagaikan tanda tangan mereka. Orang akan langsung mengenal sang gitaris cukup dengan mendengarkan tone gitarnya. Dalam kata lain, tone adalah suara gitar yang dihasilkan dari sang gitaris.

Saya mungkin gak akan terlalu membahas sisi filosofis bahwa tone itu dari tangan si gitaris, bla..bla..bla…, karena membahas sisi filosofis  gak bakalan selesai. Seperti apapun di dunia ini, membahas masalah tone/sound gitar adalah sesuatu yang sangat subyektif. Oleh karena itu pun saya akan membahasnya secara subyektif, yaitu berdasarkan pengamatan saya sendiri.
Nah berdasarkan pengamatan saya, tone gitar itu berubah-ubah sesuai jaman dan trend. Dan karena saya adalah gitaris yang ‘mengaku’ metal, maka saya cuma akan membahas sound gitar metal aja.

Di tahun 80an-90an, sound gitar yang ngetop banget untuk musik metal saat itu adalah yang “Mid Scooped”, alias frequensi middle nya dikecilin. Suara gitar yang dihasilkan terasa gahar. Tetapi biasanya sound gitar yang mid scooped selalu keren didengerin saat gitar itu dibunyikan sendirian. Kalo seluruh band udah main, biasanya gitarnya jadi gak kedengaran. Kenapa? Karena dalam mix, frequensi gitar adalah middle. Kalo dikecilin middle nya, maka ilang deh suara gitar ditelan instrument lain. Gimana ya band-band besar seperti Metalica atau Pantera bisa punya sound yang scoop tapi tetap kedengaran di mix? Entahlah. Itu mungkin sound engineer yang lebih paham dan punya trik sendiri saat mixingnya.

Dimebag Darrel (Pantera)


Tahun 2000an, sound gitar berubah menjadi lebih berat saat Korn dan Limp Bikit mulai mempopulerkan gitar senar 7. Hampir semua band metal saat itu menggunakan gitar senar 7, atau melakukan down tuning di gitar senar 6. Tone gitar kala itu masih terpengaruh Pantera, tapi dibuat lebih berat karena adanya senar 7 yang lebih rendah. Ciri khas gitar metal jaman ini juga soundnya lebih open dan renyah. Seperti tonenya Mark Tremonti yang saat itu mempopulerkan kombinasi gitar PRS dan ampli Mesa Boogie. Jaman ini pula sound natural dari ampli menjadi inti utama sebuah tone gitar, di mana era sebelumnya lebih menitikberatkan pada rack gitar yang berisi pre amp dan power amp.

Wes Borland (Limp Bizkit)


Memasuki era 2010 ke atas, trend sound pun mulai berubah. Jika di era sebelumnya sound analog sudah menjadi rumus dasar sound keren, maka memasuki era ini justru sound digital kembali merajai. Era efek dan perlatan digital memang sebenarnya sudah lahir di tahun 2000an, tapi saat itu teknologi digital masih belum secanggih sekarang. Sehingga sound yang dihasilkan masih belum bisa mendekati sound analog. Di era 2000an, efek digital hanya bisa menjadi pelengkap karena ringkas dan mempermudah para gitaris.

Nah, era 2010 adalah era dimana teknologi digital sudah sangat maju. Studio rumahan (home studio) menjamur karena sekarang orang dapat membuat hasil rekaman yang sangat bagus karena teknologi digital yang mempermudah dan mempermurah. Adanya program-program serta aplikasi rekaman yang soundnya dahsyat membuat para musisi tidak perlu lagi membeli ampli atau efek analog yang mahal. Cukup klik saja, voila, sound keren pun tiba!

Era ini menyajikan sound gitar professional yang didapatkan dari program computer yang bisa didownload dengan mudah. Bahkan rekaman-rekaman band terkenal saat ini, sound gitarnya ada juga yang menggunakan program seperti ini. Ditambah lagi efek digital seperti Fractal Ax Fx, Line 6 POD HD, yang soundnya, konon, menggelegar dengan natural, membuat era digital benar-benar berjaya. Banyak gitaris yang cuma membawa Fractal atau POD saja ke atas panggung. Tanpa repot membawa ampli, cabinet, atau rack segede kulkas.



Kamu masuk tipe gitaris yang mana nih? Analog atau digital? Semua mempunya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Asal kamu bisa memanfaatkannya maka sound gitar kamu bakal tetep keren kok.

Oke, kini sekedar membahas pilihan pribadi saya.

Untuk manggung di acara gede, saya suka bawa ampli, pedalboard berisi stomp box, dan beberapa gitar. Ribet memang. Tetapi entah kenapa, selalu kerasa lega jika manggung menggunakan peralatan tempur yang lengkap kayak gini. Cuma ya itu ribet. Harus ada kru.

Kalo kru lagi gak ikut, atau cuma karena main di acara kecil, saya cukup bawa Zoom G5 aja. Untuk distorsian, menurut saya udah cukup banget lah. Cuma sound-sound modulasinya aja yang kurang gimanaaa gitu. Enaknya efek digital jaman sekarang, kita bisa download sound macam-macam. Bahkan sound-sound ini adalah hasil settingan gitaris papan atas macam Richie Kotzen dan Steve Vai.


Di artikel berikutnya, saya akan membahas sedikit tips tentang sound gitar saat rekaman. Stay tune!

Sunday, December 18, 2016

APA YANG HARUS DIMILIKI OLEH SEBUAH BAND



    Ngeband itu memang susah-susah gampang. Ini kususun point-point yang kusimpulkan dari pengealamanku ngeband sampai saat ini. :D


.       KONSEP MUSIKALITAS



Sebuah band harus memiliki konsep musikalitas. Bahasa awamnya adalah ‘genre’. Tetapi kata ‘genre’ ini sebenarnya kurang mewakili juga. Karena banyak sekali band yang bermain dalam area genre yang ‘tidak dapat dideskripsikan’. Jika sebuah band telah menentukan konsepnya, maka setiap personil wajib mempelajari idiom musik, skill, serta sound yang dibutuhkan untuk mengejawantahkan konsep tersebut.
 
Supaya sebuah band bisa lebih mendapatkan perhatian, ia harus memiliki KONSEP YANG UNIK.  Caranya adalah dengan mencampurkan berbagai macam unsur dan kelebihan yang dimiliki oleh setiap personilnya. Masing-masing personil pasti memiliki kesukaan terhadap sebuah genre atau sebuah band. Coba masing-masing personil memberikan 3 musik/band yang digemarinya kepada personil lain. Personil lain wajib mendengarkan dan mempelajari idiom-idiom musik serta sound musik itu
 
Setiap personil juga memiliki keunikan dalam memainkan alat musiknya. Ada drummer yang suka double pedalan, ada yang lebih suka main nge-funk, dll. Ada bassist yang suka slap, ada juga bassist yang suka bermain lick ala Jepang2an.  Ada vokalis yang suka scream, ada yang mendayu-dayu. Intinya manfaatkan semua kekuatan dan karakter yang ada.
 
     GAMPANG DIINGAT




    Lagu yang gampang diingat, tidak harus ‘gampang’. Lagu yang rumit juga bisa gampang diingat. Asalkan lagu itu ‘catchy’.  Nadanya atau liriknya harus bisa nyangkut di kepala orang.
 
Tidak hanya musk dan lirik, nama band kamu juga sebaiknya gampang diingat. Desain logo kamu juga harus mewakili karakter band kamu, dan mudah dikenal. Ingat bagaimana logo seperti Adidias atau Nike begitu mudah dikenal, padahal sangat sederhana.
 

 PENAMPILAN PANGGUNG



Jika orang datang untuk melihat penampilanmu di panggung, maka kamu harus memberikan sesuatu yang unik dan memorable. Ada orang yang datang untuk menikmati musikmu, ada yang datang cuma pengen lihat salah satu personilnya doang (karena keren), ada yang datang karena ingin belajar dari penampilanmu, masih banyak lagi alasan tiap orang untuk datang.


Yang paling gampang adalah kamu harus terlihat enjoy memainkan musikmu. Mungkin bisa menambahkan ‘gimmick’ yang membuat penampilanmu terlihat lebih berkesan.
 
           SOUND TERBAIK


Memang amat sulit untuk menghasilkan sund terbaik. Karena ini menyangkut banyak factor. Tetapi ada factor yang bisa kamu tangani sendiri, seperti:

a.      Kondisi instrument dan peralatan harus prima. Tidak harus mahal.
Memang harus diakui di dalam dunia musik, alat yg mahal memang berkualitas. Rajinlah menabung agar kamu bisa membeli alat yang berkualitas. Ini merupakan sebuah investasi yang sangat baik.
b.      Ketahui segala ilmu yang membuatmu dapat memaksimalkan peralatanmu
c.       Sound adalah sebuah pencarian ‘tanpa akhir’, tetaplah belajar.
d.      Jika bisa, bawalah soundman mu sendiri saat manggung.

 
  JAGA HUBUNGAN BAIK
  Jagalah hubungan baik dengan siapa saja. Dengan sesama anggota band, manajemen, EO, dengan wartawan, dengan pendengar, dengan sesama musisi, dll. Kita tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Jadi menjaga hubungan baik bukan hanya karena ‘butuh’, tetapi hidup jauh lebih nyaman jika kita bisa selalu berhubungan baik dengan orang lain.
 
Sering-seringlah hang out di mana para musisi atau pelaku musik berkumpul. Dari situ kamu mungkin mendapat ilmu, atau job.

 
 UPDATE


Kamu tidak perlu menyenangi sebuah trend musik yang sedang ngehits sekarang ini. Tetapi selalu ada hal yang bisa kamu ambil darinya. Dengan derasnya arus informasi sekarang ini, banyak hal yang bisa kamu pelajari dari musik apapun.
 
Selain update dengan trend musik, kamu juga harus update dengan teknologi. Jaman dimana sosmed sangat menguntungkan bagi perkembangan sebuah band.
 
Selain sosmed, kamu juga harus update dengan teknologi rekaman saat ini. Bagaimana sound musik modern, bagaimana program aplikasi untuk rekaman, dll.
 
 PERLUAS WAWASAN



Jadilah band yang cerdas. Secara lirikal dan secara musical.  Caranya adalah dengan banyak membaca, menonton film, dan bersosialisasi di dunia nyata (jangan sosmed melulu). Dari situ kamu bisa mendapatkan ilmu yang secara langsung atau tidak langsung berguna untuk karya kamu. Kamu bisa mendapat inspirasi untuk membuat lagu karena mendengar soundtrack sebuah film, atau terinspirasi menulis lirik karena terinspirasi sebuah puisi.
 
  KARYA



Apalah arti sebuah band tanpa karya? Karya adalah pembuktian artistic kamu sebagai seniman. Bisa berupa CD, berupa rilisan digital, videoklip di Youtube, atau apa saja. Yang penting kamu sudah merekam dan merilis karya kamu. Ingat, jangan dilakukan dengan pas-pasan dan seadanya. Jika kamu rekaman, pastikan hasilnya semaksimal yang kamu bisa. Banyak kok tips-tips untuk menghasilkan karya berkualitas baik, dengan dana secukupnya. Kamu hanya perlu kreatif, dan memiliki wawasan serta imajinasi yang luas.

NGEBAND: SUKSES ATAU GAGAL?



Tujuan membentuk band adalah meraih sukses dengan cara bermusik bersama-sama. Pertama-tama yang harus ditentukan adalah arti dari SUKSES itu sendiri. Apakah SUKSES merupakan ketenaran dan uang ? Ataukah SUKSES berupa pesan-pesannya tersampaikan ? Ataukah SUKSES karena ia dapat bermusik sesuai dorongan hatinya?

Tujuan SUKSES ini yang harus diserasikan dari awal, sehingga sebuah band dapat menentukan langkah-langkahnya, memformulasikan strateginya, dan menghasilkan produk yang sesuai dengan tujuan SUKSES itu sendiri. Sebagai manusia, kita memiliki yang keinginan yang berbeda-beda. Tetapi alangkah baiknya jika seluruh personil sebuah band memiliki tujuan yang sama. Dengan begitu akan mempermudah mereka dalam menjalankan band ini sendiri.

Membentuk sebuah band biasanya jauh lebih mudah ketimbang mempertahankannya. Pada awalnya sebuah band akan berjalan dengan mulus, karena personil-personilnya berada dalam ‘gelombang’ yang sama. Tetapi seiring dengan perjalanan waktu, masing-masing mulai memiliki prioritasnya tersendiri. Perjalanan hidup membuat setiap personil kemudian ‘berubah’. Ada pesonil yang lebih memilih serius melanjutkan kuliah, ada yang ingin bekerja kantoran, ada yang karena tuntutan berkeluarga, dll.

Akhirnya band yang pada awalnya solid mulai terpecah karena perbedaan prioritas. Band yang pada awalnya idealis menjadi pragmatis dan komersil karena berusaha menjadi band yang ‘laku’ dengan cara mengikuti selera pasar. Walaupun mengorbankan selera musik mereka, mereka dengan betah memainkan musik yang tidak mereka sukai, hanya agar sukses dijual. Sebuah langkah yang sah-sah saja mengingat prioritas dan keinginan setiap orang berbeda. Tetapi persoalan akan timbul ketika segala usaha untuk menjadi ‘laku’ kemudian gagal. Paling sering, pada akhirnya band seperti ini pecah berantakan.

Di sisi lain, ada band yang tetap berkarya dalam keidealismenya. Musik mereka tetap sesuai keinginan mereka. Penjualan tidak menjadi prioritas utama. Yang penting pesan-pesan mereka tersampaikan, atau idealism bermusik mereka tersalurkan. Band seperti ini, tidak banyak yang mendapatkan sukses secara besar-besaran, tetapi mereka memiliki pendengar-pendengar yang cukup banyak. Ada yang bermusik sudah menjadi pilihan hidup.

Semuanya kembali lagi ke persoalan ‘kriteria sukses’.  Apa itu kesuksesan bagi kamu?

Dan hargai juga bahwa kesuksesan bagi orang itu berbeda-beda.
Ada yang bilang ‘sukses’ itu jika mempunya album terjual jutaan copy. Ada yang bilang ‘sukses’ itu bisa main di panggung besar dan ditonton puluhan ribu orang. Ada yang bilang ‘sukses’ itu jika dia bisa bermain musik sesuai keinginannya. Ada yang bilang ‘sukses’ itu adalah ketika musiknya bisa merubah hidup orang lain. Masih banyak sekali kriteria sukses.
Apa kriteria SUKSES bagimu?

Bagi saya, kriteria SUKSES adalah ketika karya kita bisa mengubah hidup orang lain. Karya itu tidak harus laku keras. Tidak harus popular. Tidak harus melegenda. Tetapi jika karya saya bisa menginspirasi satu orang untuk mulai bermain gitar, atau jika karya saya bisa menghentikan orang dari bunuh diri, bagi saya itu sudah merupakan sebuah KESUKSESAN.

Ada orang yang tidak saya kenal pernah menghubungi saya dan mengatakan ia tidak jadi bunuh diri karena mendengarkan sebuah lagu karya saya. Ada juga seseorang yang mengaku berhasil bangkit dari keterpurukan hidupnya gara-gara membaca sebuah karya tulisan saya.

Itulah makna SUKSES bagi saya. Tentu saja berbeda dengan makna SUKSES bagi orang lain. Atau bahkan untuk kawan-kawan ngeband saya sendiri. Tetapi jika kita sudah bisa menyelaraskan perbedaan, maka hasilnya cuma 2. Yang pertama adalah band itu pecah karena sudah berbeda visi dan misi, dan yang ke 2 adalah kolaborasi dan sinkronisasi. Kita tidak perlu sama dalam bertujuan, tetapi kita bisa selaras dalam harmoni, dan dalam berkarya.

Menyatukan banyak kepala, adalah menyatukan banyak keinginan. Bukanlah sebuah hal yang mudah. Di sini dibutuhkan LEADERSHIP yang cukup matang. LEADERSHIP ini bisa datang dari personil band, bisa datang dari manajemen, bisa datang dari mana saja yang terlibat dengan band ini. Tugasnya adalah mengambil keputusan yang bisa mengakomodir kepentingan semua pihak di dalam band. Atau yang paling berat, mengambil keputusan terbaik dari segala keputusan yang ada. Sebuah hal yang sulit memang.

Leadership ini juga bisa gagal, jika ia tidak memiliki TEAM yang kuat dan solid. Team yang bisa menghasilkan karya terbaik berdasarkan skill dan keunikan setiap individu. Oleh karena itu seorang LEADER harus bisa memahami karakter setiap individu di dalam TEAM nya, lalu mengkapitalisasi setiap karakter itu melalui kelebihan dan kekurangan mereka.

LEADER harus bisa memimpin TEAM untuk menyatukan kekuatan. Kelebihan mana saja yang harus ia ekspose, dan kekurangan mana saja yang harus ia perbaiki. Karena karakter sebuah band berasal dari kelebihan dan kekurangan setiap personilnya. Bahkan karakter manusia, berasal dari semua kelebihan dan kekuarangannya. Ternyata, kekurangan pun bisa menjadi kelebihan.

Pada awal berdiri, C-Four memiliki vokalis yang tidak bisa bernyanyi. Ia hanya bisa nge-rap. Kami akhirnya memutuskan untuk focus membuat musik yang groovy di mana ia bisa nge-rap dengan nyaman. Kami tidak mungkin membuat musik Jazy dengan teknik dan nada bernyanyi yang ‘meliuk-liuk’ karena terbatasi oleh kekurangan vokalis kami.

Sebagai gitaris pemula pada saat itu, sangat sulit bagi saya untuk bermain gitar dengan teknik tinggi yang berskill. Saya akhirnya mengandalkan bermain bunyi-bunyi yang unik untuk menutupi kekurangan saya dalam hal skill.

Kekurangan vokalis dan gitaris inilah yang kemudian menghasilkan karakter musik C-Four. Pada awalnya adalah sebuah kekuarangan, tetapi lambat laun menjadi ciri khas musik kami sendiri. Formula musik seperti ini yang maah membuat kami beberapa kali meraih gelar ‘Terbaik’ dalam festival musik mulai dari tingkat local sampai nasional. Bahkan sebuah pabrikan amplifier asal USA pun memberi endorse kepada saya. C-Four secara tidak langsung meraih prestasi ‘internasional’ justru karena kekurangan kami.

Kini, waktu berlalu, jaman berubah, setiap personil memiliki perubahan prioritas. Ada yang memilih serius menjadi dokter, ada yang berbisnis, ada yang memilih bergabung dengan band lain. Tetapi saya tetap memiliki impian. SUKSES dalam pengartian saya sendiri. Saya masih didukung tim manajemen yang tanpa pamrih selalu mendukung dan bekerja keras. Saya harus mencari personil lain yang kira-kira memiliki tujuan yang sama. ‘Gelombang’ yang sama.

Sungguh tidak mudah.

Tetapi tidak ada perjuangan yang mudah. Saya tidak tahu akan sejauh mana karya saya bisa diterima. Jika bisa merubah hidup orang lain, saya sangat bersyukur karena itulah tujuan kesuksesan saya. Jika kemudian menjadi tenar dan menghasilkan banyak uang, bagi saya itu adalah bonus yang harus disyukuri pula.

I just wanna see how far I can go.

Bagaimana dengan kamu?