Gak lama lagi, C-Four bakalan
ngeluaran mini album (EP) yang berjudul “Autumn”. Album yang berisi 4 lagu
cover ini merupakan bagian dari tema “4 Musim”. Berikutnya kami akan merilis mini
album dengan judul “Winter”, “Spring”, dan “Summer”. Masing-masing dengan
konsep musikal yang berbeda. Untuk album Autumn saya ingin membuat musik yang
bersemangat tetapi ada nuansa melankolis di dalamnya. Secara musikal juga saya
pengen membuat musik yang hampir ‘impossible’ dimainin live. Kenapa? Iseng aja.
Mumpung kami juga hanya tersisa 2 orang. Tak apa lah.
Oke. Sesuai dengan judul, saya
ingin membahas bagaimana cara kita membongkar dan menata ulang aransemen sebuah
lagu. Contoh lagu yang akan saya pakai adalah single kami yang terbaru “Dancing
Queen”, yang merupakan sebuah lagu lawas milik ABBA.
Pertama, PILIHAN LAGU. Kenapa saya memilih lagu ini? Entahlah. Mungkin
karena sejak dulu lagu ini asik aja. Ada nuansa bahagia party party di lagu
ini. Tapi saya juga menangkap suasana melankolis seseorang yang kesepian yang
ingin mencoba melupakan kesedihannya dengan cara pergi ke disko. Cocok banget
dengan tema ‘’Autumn’’ yang semangat namun melankolis.
Kedua, CHORD. Langkah awal mengaransemen sebuah lagu adalah dengan
mengganti kordnya. Jika sebuah lagu memiliki nuansa minor, saya suka banget
membuatnya menjadi mayor. Begitu juga sebaliknya. Nah, lagu Dancing Queen
ini aslinya bernuansa mayor, saya lalu menggantinya dengan nuansa minor.
Caranya adalah dengan menggunakan teori musik yang bernama ‘relative chords’.
Setiap chords mempunyai ‘saudara’. Chord mayor mempunyai saudara minor.
Misalnya chord ‘C mayor’, memiliki relative ‘A minor’. F memiliki relative D
minor. Bagaimana bisa begitu? Silahkan googling tentang ‘relative chords’.
Terlalu panjang dijelasin di sini. Biasanya orang Jazz yang paling paham
gini-gini. Karena Jazz punya study lebih dalam mengenai ini, yang disebut Chord
Subtitution.
Selain menggunakan teori ‘relative
chords’, saya juga menggunakan telinga. Kadang chord yang secara teori bukan
relativenya, bisa enak-enak aja diganti. Ini tergantung pengalaman kita aja
sih, iseng-iseng nyoba-nyoba, “gimana yah, kalo chord ini diganti aja dengan
chord itu?”. Ya gitu gitu deh.
Di lagu ‘Bebas” nya Iwa K, saya
benar-benar mengganti hampir semua kord mayor menjadi minor, dan merubah
seluruh kord bagian reffnya.
Ini Bebas versi aslinya:
Dan ini versi C-Four yang kordnya udah berubah jadi Minor:
Ketiga, RYTHM. Cara paling mudah
adalah membuat lagu slow jadi ngerock, atau sebaliknya. Bisa juga dengan cara mengganti genrenya (genre
itu sangat berhubungan dengan Rythm loh). Misalnya lagu pop dijadiin
reggae. Lagu dangdut dijadiin Bossanova, dll. Tapi yang harus diinget, hal ini
gak boleh dipaksakan. Kalo sebuah lagu coba diaransemen ganti genre, tapi
ternyata menghilangkan nuansa atau pesan yang ingin disampaikan lagu itu, saya
sih memilih untuk tidak melakukannya. Karena bagi saya terkesan mekso gitu lah.
Sekali lagi, uji coba dan eksperimen sangat berpengaruh di sini.
Setelah kord dan ritemnya
berubah, pastikan kamu ke unsur keempat, yaitu MEMPERTAHANKAN NADA VOKAL. Hal ini sangat penting, karena identitas
sebuah lagu berada pada melodi/nada vokalnya. Paling bagus adaah nadanya
tetap sama, tetapi kord pengiringnya yang berubah. Jangan sampai perubahan kord
yang kamu lakukan membuat nada vokalnya berubah. Sebenarnya boleh sih merubah
nada vocal, tapi bagi saya hanya di part-part tertentu untuk membuat lagunya
lebih menarik.
Selain mempertahankan nada
vokalnya, sebaiknya juga mempertahankan bagian lagu yang hooky (bagian lagu yang paling terkenal,mudah dinyanyiin). Biasanya
ada lagu yang intronya khas banget. Mungkin kita bisa mempertahankan nada intro
itu, tetapi merubah chordnya.
Ini nada vokal versi original:
Tahap kelima adalah MENGHIAS.
Dalam menghias lagu, saya biasanya melakukannya pada fill in-fill in di
beberapa bagian tertentu. Fill in ini bisa berupa sedikit isian gitar disetiap
penghujung lirik lagunya, seperti yang saya lakukan di Dancing Queen.
Perhatikan setelah Meme (vokalis) menyanyikan sebuah lirik, ada sedikit isian
gitar yang mengisi kekosongan suaranya. Tapi ini gak selalu di setiap bagian
loh. Ada bagian yang tidak saya isi biar lagunya tidak terlalu ramai. Kadang
pun isiannya bukan gitar, tapi sedikit lick dari synthesizer.
Awalnya saya mendapat ide mengisi seperti ini dari Nuno Bettencourt. Permainannya
selalu dipenuhi fill in yang lumayan keren, dan sepertinya merupakan bagian
dari aransemen. Bukan merupakan improvisasi dari tangan gitaris yang sedikit
gatal. Juga berhubung saya suka banget ama Periphery, maka fill in saya di lagu
Dancing Queen sangat terpengaruh lick-lick Mark Holcomb (salah satu gitarisnya
Periphery). Kalo gitaris lain biasanya fill in nya agak bluesy atau agak
ngejazz gitu. Sah-sah saja.
Hiasan gak cuma fill gitar. Bisa
aja diisi keyboard, drum, bass, atau instrument apa saja. Tetapi pastikan fill
in nya bukan karena tangan gatal, melainkan untuk membuat lagunya tambah keren.
Kadang sebuah part gak perlu diisi fill in.
Selain itu, kita bisa mengarang bagian
interlude atau intro sesuai keinginan dengan tanpa melupakan point keempat
tadi. Saya sih paling suka menghancurkan bagian ini sesuai keinginan. Disini
kita bisa sedikit eksplore skill deh. Misalnya mau diisi solo gitar, solo bass, atau solo drum.
Nah point yang paling akhir,
yaitu point keenam, adalah BUILD. Kita harus bisa membangun sebuah lagu yang
utuh dari part-part kecil. Menurut saya bagian ini adalah fase dimana kita
eksplorasi saat rekaman. Saya selalu menyiapkan lagu yang ‘hampir’ lengkap saat
rekaman. Maksudnya bagian intro, verse,bridge, reff, interlude, ending,
biasanya sudah ada. Tetapi saya selalu terbuka untuk uji coba ide saya di setiap
part lagu, yaitu dengan memberi tambahan-tambahan hiasan di setiap part. Selalu
ada ruang kosong untuk diisi, dan seluruh ada ruang penuh untuk dikurangi.
Mungkin ada part yang bisa diisi backing vocal yang full, mungkin ada
pengulangan lagu yang terlalu banyak, bisa kita pangkas.
Dalam kasus Dancing Queen, saya
mengaransemen riff gitarnya untuk menyisakan ruang kosong bagi Synthesizer ala
8 bit Nintendo. Saya punya teman yang jago banget memprogram MIDI nya, namanya
Unyep (vokalis/gitaris Melanin). Kami berdua biasanya bekerja sama dalam
mengaransemen bagian synthesizer. Ada bagian yang saya diktekan nadanya, ada bagian
yang merupakan hasil imajinasi dari dia sendiri. Ini kami berdua lakukan
setelah seluruh part lagu selesai direkam.
Karena itu saya paling suka
rekaman. Bagi saya inilah tempat di mana
saya bisa mengeksplorasi ide tanpa batas. Seperti membangun sesuatu dari 0. Ada
kenikmatan dalam proses menciptakan sesuatu. Kadang prosesnya justru jauh lebih
menyenangkan ketimbang hasil akhirnya.
Oke. Itu sebagian pengalaman saya
merusak lagu orang. Gimana dengan pengalaman kamu? Komen yaaa!